Pesisirmedia.com, JAKARTA – Pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin di kediaman Pribadi Prabowo pada Sabtu 18 Juni 2022, malam membuahkan kesepakatan politik antara Gerindra dan PKB untuk bersama menghadapi Pilpres, Pileg, dan Pilkada 2024. Namun, Apakah keduanya sepakat untuk berpasangan baik sebagai capres-cawapres, tampaknya masih akan terus menjadi misteri karena dinamika koalisi secara eksternal masih berubah namun, tak bisa dimungkiri semakin mengerucut ke beberapa poros. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro mengatakan, poros pertama yang sudah eksis digalang oleh PDIP, karena raihan kursi partai berlambang banteng ini sudah melewati ambang batas Pilpres (presidential threshold), sehingga secara mandiri bisa mengajukan pasangan capres-cawapres tanpa mitra koalisi. Artinya wajar bila PDIP terlihat tenang saat partai-partai lain bermanuver mendekati partai-partai lainnya untuk bersama. ”Sementara, poros kedua berhasil mendudukkan para ketua umum Golkar, PAN, dan PPP untuk sepakat dalam wadah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) demi memastikan ketiganya dapat menghasilkan 1 tiket bagi Capres-Cawapres yang dipilih,” katanya, Minggu (19/6/2022).
Dalam konteks inilah komunikasi dan manuver politik jajaran pengurus PKB menjadi relevan. Setelah membuka prospek kerja sama dengan PKS, berikutnya melibatkan Demokrat, dan terakhir dengan Gerindra. Harus diakui jika PKB berkoalisi dengan dua partai yakni Demokrat dan PKS, maka koalisi menjadi kurang ramping karena bila bersama hanya kepada salah satunya yakni PKS atau Demokrat, masih belum dapat memenuhi presidential threshold. Akhirnya momentum PKB bersama Gerindra menjadi lebih rasional, selain ramping secara institusional, juga secara personal mampu memenuhi kebutuhan ketua umum masing-masing yang ingin maju dalam Pilpres 2024.
”Hal lain lebih disebabkan faktor ideologis yang saling melengkapi antara Gerindra yang merepresentasikan partai nasionalis dengan PKB yang dikenal sebagai partainya santri. Jika basis massa kedua partai ini berpasangan ditambah kekuatan figur yang dimiliki oleh Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra yang juga capres sementara Cak Imin wapresnya, maka poros Gerindra-PKB bisa menjadi koalisi yang berpotensi memenangkan pilpres saat PDIP, KIB, dan partai-partai lain (Nasdem, Demokrat, dan PKS), masih menggodok nama capres-cawapres atau menjajaki mitra koalisi,” ucapnya. Koalisi Gerindra-PKB di tahap ini memberi dampak bagi kontelasi dinamika koalisi maupun latar kompetisi yang akan berlangsung pada Pemilu 2024 nanti. Pertama, Poros Gerindra-PKB membuktikan bahwa dalam pertarungan 2024 ini capres-cawapres yang berasal dari jalur ketua umum masih relevan karena mereka memiliki hak preogatif untuk maju di luar nama-nama mentereng capres-cawapres versi elektabilitas lembaga survei kredibel. Sekaligus mengonfirmasi episentrum kekuasaan jelang pilpres bertransformasi dari domain Istana ke ketua-ketua umum partai. Kedua, pertarungan saling berhadap-hadapan (head to head) yang selama ini terjadi dalam 2 periode pemilu sebelumnya, dapat dihindari. Sehingga, konsekuensi pembelahan sosial di masyarakat secara mendalam sirna, karena Poros Gerindra-PKB ini menjadi poros baru pasca KIB dan berpotensi menghadirkan poros lainnya jika Nasdem, Demokrat, dan PKS sepakat untuk bersama. Ketiga, dengan semakin banyaknya poros maupun paket capres-cawapres, maka diharapkan pertandingan elektoral semakin substantif karena uji visi-misi, rekam-jejak, dan program mendapat tempat yang penting di tengah situasi pandemi serta resesi yang masih membelenggu bangsa ini. Drama utak-atik koalisi ini akan terus berlanjut menimbang PDIP masih mencermati situasi, kemudian KIB semakin solid sebagai koalisi politik pertama jelang pilpres, berikutnya Nasdem yang telah menghasilkan 3 nama rekomendasi sebagai capresnya, dan terakhir di pihak oposisi, Demokrat-PKS masih terus menjalin komunikasi setelah PKB bersama Gerindra. ”Dalam kontes elektoral yang ketat dan tarikan politik yang kuat baik secara eksternal maupun internal semua hal masih bisa terjadi, termasuk muncul tsunami politik atau keadan luar biasa yang mengubah konstelasi baik di partai maupun kepada capres-capresnya,” katanya.